MAKALAH
PEMBAHASAN TENTANG GHIBAH
MATA KULIAH: AKHLAQ TASAWUF
DOSEN: Dra.Syarifah Asmiati, M.Si
DI SUSUN OLEH:
WULANDARI
1141110135
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONTIANAK
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi allah,yang telah melimpahkan segala rezeki dan kasih sayang-Nya
kepada semua makhluk-Nya di alam semesta ini.Shalawat dan salam semoga
senantiasa terlimpah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW dengan segala
ikhlasannya karena telah memberikan bimbingan kepada umatnya dan mengarahkan
kepada kehidupan yang lurus dan di berkahi allah.
Dalam
kehidupan sehari-hari setiap manusia tidak lepas dari perbuatan ghibah, dimana
pun dan kapanpun kita berada. Oleh karena itu kita sebagai umat manusia harus
saling mengingatkan antar sesama. Karena kita makhluk yang lemah, hanya
kepada-Nya kita kembali.
Pontianak,
02 Desember 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indah dan manisnya dunia atau lezatnya dunia dengan lidah.
Pahit dan hancurnya dunia pun karena lidah.
Karena lidah, banyak terjadi perselisihan yang mewabah.
Karena lidah, banyak tercipta suasana kacau, suasana tegang
dan gundah.
Karena lidah, banyak timbul permusuhan dan fitnah.
Karena lidah, tak jarang terjadi pertumpahan darah dan karena
lidah pula, terjadi perang dan damai.
“ lidah tak bertulang “ itulah sebuah pepatah yang harus kita
renungkan untuk mengambil tamstsil dan ibrah. Agar kita tak terjerumus dalam
tipu daya lidah yang dapat membawa kita ke dalam kehidupan yang sulit dan
susah. Yang dapat menceburkan kita ke lubang fitnah. Maka dari itu, jaga dan
kendalikan gerak liar lidah supaya hidup dan kehidupan menjadi bahagia dan
indah.
Lidah harus di
bentengi dengan IMAN dan TAQWA. Barangsiapa yang mengumbar lidahnya dan
melepaskankan kekang yang mengendalikannya, maka syyeitan akan masuk untuk
memanfaatkannya, sehingga terperosoklah pemilik lidah itu ke dalam lubang yang
curam dan hina. Iman dan taqwa itulah tali kendalinya. Jangan hanya hiasi lidah
kita dengan kepandaian berkata dan bertutur saja. Jangan hiasi lidah dengan
kepandaian berkilah dan berargumentasi semata. Jangan pula hiasi lidah ini
dengan kepandaian mengelak dan menghindar dari berbagai kesalahan dan dosa.
Namun, hiasilah pula lidah dengan sinar iman yang nyata. Hiasi pula ia dengan
sinar ketakwaan yang dapat membawa kepada kebahagiaan. Hiasi dia dengan
kejujuran, hiasi dia dengan kefasihan melafadzkan kalam dan ayat-ayat-Nya.
Lidah memang dapat membawa kepada bahaya dan fitnah, namun demikian
tidak lantas berarti bahwa ia tidak mempunyai nilai guna dan manfaat, semua
tergantung bagaimana pemilik lidah itu mempergunakannya. Walaupun ucapan itu
berbentuk nasehat, tetapi jika tidak tepat dalam pemakaiannya maka nasehat bisa
berbalik menjadi pemusuhan dan bencana. Maka dari itu berhati-hatilah
mengeluarkan ucapan dan perkataan. Utamakan lah lidah untuk berdzikir dan
berdoa kepada-Nya agar selamat dari kehinaan dan malapetaka.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
GHIBAH
Ghibah merupakan bentuk penyelewengan
lidah yang sangat berbahaya. Nabi Muhammad SAW menerangkan ta’rif atau defenisi
dari ghibah melalui sabdanya :
Artinya :
“ Tahukah kalian
apakah ghibah itu ? “. Para sahabat menjawab : “ Allah dan Rasul-Nya
yang lebih tau ! “. Lalu beliau melanjutkan nya : “ Yaitu kamu menceritakan
saudaramu tentang hal yang tidak di sukainya “. Seseorang bertanya : “
Bagaimana pendapat tuan jika aku ceritakan itu memang ada pada diri saudaraku
yang aku ceritakan itu ? “. Beliau menjawab : “ Bila apa yang kamu ceritakan
itu memang ada pada diri saudaramu, maka kamu telah melakukan ghibah
terhadapnya. Dan apabila yang kamu ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu,
berarti kamu telah mengada-ada tentangnya “. {H. R. Muslim bersumber dari Abu Hurairah
}.Lidah tak bertulang (sugiono, 50: 13-15)
Dari hadist ini jelas bahwa yang
dimaksud dengan ghibah adalah membicarakan(mempergunjingkan) orang lain tanpa sepengetahuan nya, tentang sifat
atau keadaan yang ada pada dirinya, yang seandainya ia mendengarnya pastilah ia
tak menyukainya. Sedang apabila yang diceritakan itu tidak terdapat di dalam
diri orang yang di pergunjingkan, maka hal itu disebut mengada-ada, berbuat
kebohongan atau berdusta, dan tentu lebih besar dosanya daripada ghibah.
B.
MACAM-MACAM
GHIBAH
Ada beberapa macam bentuk-bentuk ghibah, diantaranya adalah :
1.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang keadaan jasad orang lain, dengan mengatakan
orang itu buta, juling, tinggi, pendek,
hitam, atau yang lainnya yang tidak disukai bila terdengar oleh orang yang
bersangkutan.
2.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang nasab
seseorang dengan menyebut nasab keturunan untuk maksud menghinakan.
3.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang pekerjaan
yang di anggap rendah, dengan mengatakan tukang kayu, tukang cukur, pemulung
dan lain sebagainya.
4.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang akhlak dengan mengatakan jelek akhlaknya, seperti
menyebut seseorang dengan bakhil, takabbur, penakut, emosional, pemarah,
terlalu sensitif, egois dan lain sebagainya.
5.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang akhlak dengan mengatakan jelek akhlaknya,
misalnya dengan mengatakan orang lain sebagai pencuri, pendusta, pemabuk,
penghianat, zhalim, suka melalaikan sholat atau zakat dan lainnya. Kecuali bila
orang itu jelas-jelas melakukan kefasikan secara terbuka dan terang-terangan,
tanpa rasa takut kepada Allah.
6.
Ghibah
berbentuk pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan urusan dunia, misalnya
menyebut seseorang sebagai kurang sopan, suka menghina, banyak berbicara,
banyak makan, banyak tidur dan lain sebagainya.
Poin-poin di atas termasuk bentuk-bentuk ghibah. Bila semua
itu di bumbui dengan kebohongan dan kedustaan maka itu jelas merupakan
kedustaan yang dosanya lebih besar dari ghibah.Musuhmu lidahmu (ahmad
hermansyah,60: 25-30)
Termasuk sama hukumnya dengan ghibah
adalah mendengarkan orang yang sedang berghibah dengan sikap kagum dan
menyetujui atas apa yang dikatakannya, karena inilah yang menambah semangat dan
bergairah orang yang berbuat ghibah untuk terus melanjutkan ghibahnya. Dengan
demikian, bila si pendengar membenarkan apa yang dikatakan oleh orang yang
berbuat ghibah serta ridha dalam hal tersebut, maka ia telah bersekutu dalam
hal ghibah, sehingga ia pun mendapatkan dosa
seperti dosanya orang yang berbuat ghibah. Padahal setiap orang berkewajiban
untuk mencegah saudaranya dari melakukan perbuatan ghibah. Perhatikan dan
renungkan hadist Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad berikut :
Artinya :
Barang siapa mencegah ghibah yang menyinggung kehormatan
saudaranya, maka Allah akan membebaskan nya dari api neraka. { H. R. Ahmad }.
Hadist di atas merupakan penjelasan
yang gamblang kepada kita betapa mencegah terjadinya perbuatan ghibah adalah
merupakan perbuatan terpuji yang dapat menghantarkan pelakunya selamat dari
perbuatan terpuji yang dapat menghantarkan pelakunya selamat dari sengatan api
neraka. Sebaliknya melakukan perbuatan ghibah adalah merupakan perbuatan
tercela yang dapat membawa pelakunya kepada azab dan siksa neraka yang amat
pedih dan mengerikan. Demikian beratnya siksaan dari melakukan perbuatan ghibah
dikarenakan ghibah itu menimbulkan berbagai dampak dan akibat yang sangat fatal
diantaranya adalah :
a.
Timbulnya
kebencian terselubung yang di khawatirkan akan berubah menjadi bentuk
permusuhan yang nyata.
b.
Timbulnya
sifat hasad ( dengki ) yang menggerogoti hati.
c.
Timbulnya
sifat hasad dan gairah dalam melakukan dosa dan kemungkaran.
d.
Timbulnya
sikap tidak rela akan terpelihara kehormatan seseorang, sehingga timbul sikap
selalu ingin menampakan aib orang lain.
Ghibah (purnomo,50: 23-27)
Dari uraian di atas jelas bahwa
ghibah merupakan perbuatan yang di larang dalam Islam. Ghibah merupakan
penyakit individual dan sosial yang tidak pantas di lakukan oleh seorang
muslim. Islam dengan jelas melarang umatnya dari perbuatan ghibah karena dapat
mengakibatkan putusnya ukhuwah, rusaknya kasih sayang, timbulnya permusuhan,
tersebarnya aib, lahirnya kehinaan dan timbulnya gairah untuk melakukan terus
menerus. Agar manusia berhati-hati terhadap ghibah, maka Allah SWT menyamakan
orang yang melakukan perbuatan ghibah
sama dengan orang yang memakan daging saudaranya sendiri yang sudah
mati. Renungkanlah firman Allah dalam surat al-Hujarat 12 :
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari buruk
sangka, karena sebagian dari buruk sangka itu dosa, dan janganlah sebagian dari
kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Takutlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang. { Q.S. al-Hujurat 12 }.
Namun demikian, tidak semua ghibah
itu dosa dan di larang. Ada beberapa
yang di perbolehkan diantaranya adalah :
v Orang yang di zhalimi boleh
menceritakan kepada hakim tentang kezhaliman saudaranya terhadap dirinya, atau
pengkhianatan saudaranya atau juga tentang uang suap yang telah diterimanya.
v Meminta pertolongan untuk mengubah
kemungkaran dengan menceritakan kepada orang yang mampu mengubah kemungkaran
itu, agar menjadi kebenaran. Misalnya orang yang melihat seorang pemabuk, lalu
dia menceritakan hal itu kepada walinya agar bisa saling tolong menolong dalam
ber’amar ma’rif dan nahi mungkar.
v Bercerita kepada seorang mufti untuk
meminta fatwa, misalnya seorang istri yang menceritakan suaminya yang bakhil,
sehingga ia mendapatkan penjelasan apakah ia boleh mengambil harta suaminya itu
atau tidak.
v Memperingatkan kaum muslimin dari
kejahatan seseorang, apabila dikhawatirkan hal itu akan menimpa mereka.
Misalnya seseorang yang mendapatkan seseorang yang lain selalu berbuat fasik,
lalu ia menasehati dan mengingatkan orang lain agar tidak bergaul dengan orang
ini. Termasuk dalam hal ini adalah memelihara sunnah Nabi SAW dengan
menyebutkan kedustaan dan kelemahan para rawi hadist untuk menentukan
keshahihan sanad atau hadist.
v Memanggil dengan panggilan yang sudah
di kenal, tanpa bermaksud merendahkan.
Akhlak
tercela (basri faisal, 120: 56-60)
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiono, 1999,lidah tak bertulang,
Bandung : Remaja Kordas Raya
Hermansyah ahmad,2001,musuhmu lidahmu,
Jakarta : Rabbani Press.
Purnomo,2005,ghibah, Bogor : Pustaka
Mulia.
Faisal basri, 1997, akhlak
tercela, Surabaya : Bina Ilmu.