MAKALAH
METODOLOGI ISLAM
KONTRIBUSI
PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID BAGI UMAT ISLAM
DOSEN
: Samsul Kurniawan, M.S.I
Disusun Oleh :
SYAHRULIANSYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang
senantiasa menaburkan nikmat dan rahmat-Nya kepada seluruh umat manusia, serta
terselesaikannya makalah ini untuk memenuhi tugas makalah study METODOLOGI
ISLAM yang membahas tentang “PEMIKIRAN NUR CHOLISH MADJID” yang dibimbing
oleh Dr. Samsul Hadi, M.Ag dengan baik. Dan shalawat serta salam semoga
tetap tecurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapat
syafaatnya dihari kiamat nanti. Amin.
Terimakasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendukung
terselesaikannya makalah ini, terutama dukungan dan do’a yang penuh kasih
sayang dari dosen pengampu kami tercinta, serta teman-teman senasib
seperjuangan. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Makalah ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para pembaca dan dapat
dipelajari dengan baik serta dapat mengambil hikmah dari apa yang tertuang di
dalamnya, dan yang pasti dapat lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pontianak, 12 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………………………….......i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………………………………ii
BAB
I
A. Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………….
BAB II
A. Biografi Singkat Nur Cholish Madjid
B. Pokok-pokok Pemikiran Nur Cholish Madjid
C. Kritik atas Pemikiran Nur Cholish Madjid
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arus dunia kebebasan dan Modernisasi
Barat telah mempengaruhi pemikiran serta aqidah umat Islam melalui
beberapa aspek kehidupan yang mendasar pada agama pluralisme agama. Dianggap
sebagai gerakan pembaharuan pemikiran Islam
fundamental dan tradisional berujung pada pembaruan ajaran Islam oleh para pemikir Islam Liberal. Gagasan tersebut merupakan sumbangsi kepemimpinan para pengemuka agama serta pengaruh barat kepada umat Islam agar mereka berkiblat kepada peradaban Barat yang liberal dan sekuler. Hal ini telah di adopsi oleh Nurcholis Majid dalam menyebarkan pemikirannya yang sekuler serta inklusif. Padahal, sejarah peradaban Barat dibangun oleh produktifitas pemikiran ulama muslim. Berbeda dengan Islam yang telah jelas konsep Tuhan dan hidupnya berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
fundamental dan tradisional berujung pada pembaruan ajaran Islam oleh para pemikir Islam Liberal. Gagasan tersebut merupakan sumbangsi kepemimpinan para pengemuka agama serta pengaruh barat kepada umat Islam agar mereka berkiblat kepada peradaban Barat yang liberal dan sekuler. Hal ini telah di adopsi oleh Nurcholis Majid dalam menyebarkan pemikirannya yang sekuler serta inklusif. Padahal, sejarah peradaban Barat dibangun oleh produktifitas pemikiran ulama muslim. Berbeda dengan Islam yang telah jelas konsep Tuhan dan hidupnya berdasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Berbagai macam pembaruan pemikiran dilakukan dari makna
agama Islam, kemajemukan dalam perbedaan agama. Sampai menjujung tinggi paham
pluralisme dengan dalih bahwa al-qur’an merupakan firman Allah yang telah
menyeru pada persamaan tujuan beragama sampai harusnya Islam memodernisasi prilaku
social dan kehidupan. Oleh sebab itu, penulis disini membahas pemikiran
Nurcholis Majid yang condong pada 2 faktor utama yaitu sekularisasi dan
inklusivisme. Agar kita tidak salah arah dan tujuan terhadap hakekat
kemajuan Islam terdapat pada penetapan syari’at Islam.
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Nur Cholish Madjid
Nurcholis lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai
terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 17 Maret 1939.
Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati
pendidikan di pesantren (Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, sampai
tahun 1955, dan kemudian Pesantren Darus Salam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur
sampai tahun 1960), ia menempuh studi kesarjanaan di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (mendapat BA dalam Sastera Arab th. 1965, dan Doktorandus- Sastera Arab
th.1968).
Semasa menjadi maha siswa, Nurcholish madjid banyak
melakukan kegiatan di berbagai organisasi. Ia pernah menjadi ketua umum HMI
cabang Ciputat pada tshun 60an. kemudian menjadi ketua umum pengurus pusat HMI
dua periode/1966-1971. Dan kemudian menjalani studi doktoralnya di
Universitas Chicago- Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang
Filsafat dan Kalam Ibnu Taimiyah. Bidang yang diminatinya selain Filsafat,
adalah: Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik dan Agama,
Sosiologi Agama, serta Politik negara-negara berkembang.
Nurcholis aktif mengikuti berbagai kegiatan internasional
yang berkaitan dengan permasalahan agama, beberapa di antaranya adalah:
Presenter, Seminar Internasional tentang “Agama Dunia dan Pluralisme”, Nopember
1992, Bellagio, Italy; Presenter, Konferensi Internasional tentang “Agama-agama
dan Perdamaian Dunia”, April 1993, Vienna, Austria; Presenter, Seminar
Internasional tentang “Islam di Asia Tenggara”, Mei 1993, Honolulu, Hawaii,
USA; Presenter, Seminar Internasional tentang “Persesuaian Aliran Pemikiran
Islam”, Mei 1993, Teheran, Iran; Presenter, Seminar Internasional tentang
“Ekspresi-ekspresi Kebudayaan Tentang Pluralisme”, Jakarta 1995, Cassablanca,
Morocco; Presenter, seminar internasional tentang “Islam dan Masyarakat sipil”,
Maret 1995, Bellegio, Italy; Presenter, seminar internasional tentang
“Kebudayaan Islam di Asia Tenggara”, Juni 1995, Canberra, Australia; Presenter,
seminar internasional tentang “Islam dan Masyarakat sipil”, September 1995,
Melbourne, Australia; Presenter, seminar internasional tentang “Agama-agama dan
Komunitas Dunia Abadke-21,” Juni 1996, Leiden, Netherlands; Presenter, seminar
internasional tentang “Hak-hak Asasi Manusia”, Juni 1996, Tokyo, Jepang;
Presenter, seminar internasional tentang “Dunia Melayu”, September 1996, Kuala
Lumpur, Malaysia; Presenter, seminar internasional tentang “Agama dan
Masyarakat Sipil”, 1997 Kuala lumpur; Pembicara, Konferensi USINDO (United
States Indonesian Society), Maret 1997, Washington DC, USA; Peserta, Konferensi
Internasional tentang “Agama dan Perdamaian Dunia” (Konferensi Kedua, Mei 1997,
Vienna, Austria; Peserta, Seminar tentang “Kebangkitan Islam”, Nopember 1997,
Universitas Emory, Atlanta, Georgia, USA; Pembicara, Seminar tentang “Islam dan
Masyarakat Sipil” Nopember 1997, Universitas Georgetown, Washington DC, USA;
Pembicara, Seminar tentang “Islam dan Pluralisme”, Nopember 1997, Universitas
Washington, Seattle, Washington DC, USA; Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi
Tahunan, MESA (Asosiasi Studi tentang Timur Tengah), Nopember 1997, San
Francisco, California, USA; Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi Tahunan AAR
(America Academy of Religion) Akademi Keagamaan Amerika, Nopember 1997,
California, USA; Presenter, Konferensi Internasional tentang “Islam dan Hak-hak
Asasi Manusia”, Oktober 1998, Geneva, Switzerland; Peserta Presenter
“Konferensi Pemimpin-pemimpin Asia”, September 1999, Brisbane, Australia;
Presenter, Konferensi Internasional tentang “Islam dan Hak-hak Asasi Manusia,
pesan-pesan dari Asia Tenggara”, Nopember 1999, Ito City, Japan; Peserta,
Sidang ke-7 Konferensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian (WCRP), Nopember
1999, Amman, Jordan.
Bila di tilik dari ragam pengalamnnya dapat disimpulkan
bahwa transformasi peradaban barat sangat banyak menyumbangkan serta membentuk
nilai-nilai liberal yang mendasari pola fikirnya khususnya tentang Sekularisme
dan Islam inklusivisme.
B.
Pokok-Pokok
Pemikiran Nurcholish Madjid
a. Sekulerisme
To have failed to solve the problem of producing goods wolud
have been to continue man in his oldest and grievous misfortune. But to fail to
see that we have solved it and to fail to proceed thence to the next task would
be fully as tragic. Kemajuan suatu bangsa akan berhasil
apabila problema ditindak lanjuti setelah medernitas itu sendiri telah berhasil
diwujudkan dalam bentuk kemudahan hidup dan kemakmuran seperti Barat. Sehingga
hal ini membuat Nurcholis Majid mengajukan pernyataan bahwa, apakah Islam
relevan bagi kehidupan modern? Masalahnya adalah kum muslim menutup dirinya
dengan skriptualisme yang amat kuat, dengan dalih menjaga kemurnian dan
keaslian Kitab Suci dan secara tidak langsung hal ini menghalangi kemodernan
atau pembaharuan dalam Islam. Oleh sebab itu dialog-dialog umat muslim akan berusaha
mengenali siapa yang murni dan mana yang tambahan atau dalam istilah ilmuwan
sosial Great Tradition atau Folk Tradition.
Nurcholis Majid menyampaikan gagasan sekulerisasi dengan
menganjurkan Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam pertama kali pada tanggal 2
Januari 1970 dalam makalahnya yang berjudul “Keharusan Pembaharuan pemikiran
Islam dan Masalah Integrasi Umat. “Dan Indonesia saat ini sedang dilanda oleh
beberapa gejala yang menurut orang Barat diidentifikasi sebagai ekstrimisme
atau fundamentalisme tetapi ketika islam mulai migrasi menuju civil liberties
kecemasan itu berkurang. Dengan wacana bebas, bukan hanya kejelasan-kejelasan
yang diperoleh tapi juga proses penisbian, relasi dan fisasi bahkan lebih
radikal dari itu adalah proses devaluasi.
Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan sekularisasi maka kita
akan mengenal tiga prinsip dasar dari sekularisasi yaitu :
1.
Disenchantment
of nature
Menurut Harvey Cox, senada dengan apa yang diungkapkan oleh
Max Weber seorang sosiolog Jerman, dunia perlu dikosongkan dari nilai-nilai
agama dan rohani. Yang selanjutnya, sains akan terus berkembang jika
dikosongkan dari nilai-nilai agama yang ghaib. Karena itulah tokoh-tokoh agama
konservatif , dunia tidak boleh diperlakukan sewenang- wenang. Padahal dengan
adanya pembebasan dunia dari agama merupakan kunci utama dalam
usaha-usaha urbanisasi dan modernisasi.
2. Desacralization
of politik
Dalam hal ini pembebasan nilai dari
politik yang berarti bahwa politik tidak sakral. Maka dari itu peran ajaran
agama kepada intuisi politik harus disingkirkan. Karena dalam masyarakat
sekuler tidak seorangpun berhak memerintah secara otoritas “ kuasa suci “.
3. Decansencration
of value
Prinsip sekularisasi yang ketiga ini
adalah pembebasan nilai yang ada atau merelatifkan nilai.menurut sekularis
tidak ada yang absolute di dunia ini semuanya bersifat relative tidak ada
kebenaran yang mutlak.. dalam artian system nilai manusia secular harus dikosongkan
dari agama karena perspekti seseorang dipengaruhi oleh factor social budaya.
Jadi sekulerisasi menurutnya, ” Bukan penerapan sekularisme dan mengubah kaum
muslimin menjadi sekularis.” Tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai
yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari
kecenderungan untuk mengukhrowikannya. Jika Indonesia kembali pada
fundamentalisme Islam ibarat bahaya narkotika yang selalu membekas dalam diri
manusia, pernyataan itu sesuai dengan cuplikan pidatonya yang menghebohkan
ketika menyampaikan pidato keagamaan di Taman Ismail Marzuki 21 Oktober 1992:
” Karena itu, bagaimanapun, kultus dan fundamentalisme hanyalah pelarian
dalam keadaan ridak berdaya. Sebagai sesuatu yang hanya memberi hubungan
ketenangan semua atau palliative, kultus dan fundamentalisme adalah sama
berbahayanya dengan narkotika. Namun, narkotika menampilkan bahaya hanya
melalui pribadi yang tidak memiliki kesadaran, baik secara individual maupun
kelompok karena tidak berpengaruh terhadap kulture sosial. Adapun kultus dan
fundamentalisme dengan sendirinya melahirkan gerakan dengan disiplin tinggi,
maka penyakit yang terakhir ini lebih berbahaya dari pada yang pertama.
Sebagaimana mereka memandang narkotika dan alkoholisme sebagai
ancaman bagi kelangsungan daya tahan bangsa, mereka juga berkeyakinan bahwa
kultus dan fundamentalisme adalah ancaman-ancaman yang tidak kurang gawatnya.”
Akhirnya pidato itu menuai kritik dari berbagai kalangan,
sebab istilah fundamentalisme tanpa disertai definisi yang jelas dan pada
akhirnya berujung kepada proses stigmatisasi terhadap sebagian kalangan muslim
yang berjuang menegakkan syari’at Islam. Bagi Cak Nur
iman dan aqidah adalah suatu hal yang bebeda, iman menuntut sikar rendah hati,
salalu terbuka bagi semua informasi kebenaran tetapi sekaligus juga dinamis
untuk mengejar kebenaran itu dari sumbernya, yaitu Sang Kebenaran itu sendiri
yang oleh al-Qur’an, Dia Yang Maha Benar itu disebut Allah.
Sementara itu akar dari sekuleralisme merupakan modernisasi
yang diorentasikan pada rasionalisasi pemikiran secara sistematis dan efisien. Dan Islam pada hakikatnya tidak berbicara tentang bentuk
negara maupun proses perpindahan kekuasaan seperti otoritas kaum fundamental.
Tetapi doktrin qur’an menyebutkan bahwa negara yang baik penuh dengan ampunan
Tuhan karena kesatuan umat yang universal bukan Islamic States, hal ini sesuai dengan firman Allah:
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
(الحجرات: 13)
b. Teologi Ekslusivisme dan Inklusivisme
Teologi Ekslusivisme merupakan paham tertutup yang tidak mau
menerima segala sesuatu yang datang dari luar golongannya. Poenjunjung
pemikiran tersebut adalah para fundamentalisme yang menggaris bawahi bahwa
dunia Islam terus menerus mengalami kemunduran karena sebab eksternal melalui
invansi dan serangan kultural politik dan ekonomi barat maupun internal sebagai
nilai serta pengaruh dari faktor eksternal.
Sedangkan inklusivisme adalah paham terbuka yang mau
menerima segala yang (positif) datang dari luar. Orang-orang Eksklusif
memandang orang lain berdasarkan keturunan, agama, ras, suku, dan golongan.
Mereka tidak mau menerima orang yang dianggapnya tidak cocok dengan paham atau
mazhab yang dianut alirannya. Hal ini kemudian akan menciptakan sebuah tindakan
tertutup yang tidak mau menerima perubahan, kemajemukan, dan pluralisme agama
(dalam konteks agama). Mungkin dalam Islam, sosok Al-Ghazali bisa dijadikan
sebagai wakil dari sekian tokoh Islam yang menganut paham eksklusif ini. Dia
sangat tertutup terhadap filsafat. Bahkan sampai-sampai dia mengeluarkan klaim
ateis atau kafir terhadap tiga filosof muslim klasik secara terang-terangan
dalam bukunya tahafutul falasifah. Sedangkan Teologi Inklusif sangat berbeda
dari ekslusivisme di atas, inklusivisme memandang orang lain dengan lebih arif
dan bijak. Orang-orang inklusif ini sangat menghargai adanya pluralisme,
perbedaan, dan kemajemukan. Mereka memandang semuanya sama seperti
dirinya sendiri. Politik pengkafiran pun tidak berkembang dalam paham ini. Oleh
karena itu, bisa dikatakan bahwa orang inklusif lebih mulia dari pada
eksklusif. Jika di eksklusif ada al-Ghazali, maka tokoh utama yang menganut
paham inklusif ini terpotret pada sosok Ibnu Rusyd. Beliau sangat menjunjung
rasionalitas dan pluralitas, keberagaman dan kemajemukan, baik dibidang agama
maupun budaya, dan nilai-nilai universalitas lainnya. Berangkat dari fenomena
seperti itu, teologi inklusif adalah salah satu solusi yang solutif guna
menghapus (mendekonstruksi) paham jumud dan ekslusif yang telah “membumi” dalam
Islam di Indonesia. Dengan
teologi inklusif ini, Islam dapat berkembang ke arah yang lebih baik dan maju.
Maka dari itu, sekali lagi, untuk keluar dari keterupurukan dan keterbelakangan
pemikiran yang kini mendera umat Islam di dunia dan di Indonesia khususnya,
harus menjadikan teologi inklusif sebagai satu-satunya paradigma dalam
menyikapi realitas.
Teologi inklusif, dengan demikian, adalah suatu kemanusiaan
universal yang dalam al-qur’an sesuai dengan firman Allah :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ
اللَّهِ ذَلِكَالدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
(الروم : 30)
Ayat
ini memaparkan tentang wujud agama yang benar bagi setiap iman beragama karena
dalam kemajemukan terdapat satu kesatuan yang esoterik. Karena paham kemajemukan masyarakat adalah bagian amat penting dari tatanan masyarakat maju. Dalam paham itulah dipertaruhkan, antara lain sehatnya demokrasi dan keadilan. Pluralisme tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok lain atau ada, tetapi juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati, sesuai dengan firman Allah:
dalam kemajemukan terdapat satu kesatuan yang esoterik. Karena paham kemajemukan masyarakat adalah bagian amat penting dari tatanan masyarakat maju. Dalam paham itulah dipertaruhkan, antara lain sehatnya demokrasi dan keadilan. Pluralisme tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok lain atau ada, tetapi juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati, sesuai dengan firman Allah:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ (الممتحنة: 8)
Jelas sekali bahwa bangsa kita akan memperoleh manfaat besar dalam usaha
transformasi sosialnya menuju demokrasi dan keadilan jika pluralisme itu dapat
ditanamkan dalam kesadaran kaum Muslim yang merupakan golongan terbesar warga
negara. Secara intern, pluralisme adalah persyaratan pertama dan ukhuwah
Islamiyah.
Nurcholis tampak berupaya melakukan deskontruksi makna Islam
sebagai suatu nama agama dengan makna generik, yakni sikap pasrah dan kepatuhan
terhadap hukum syari’ah. Pada dasarnya Islam bersifat
inklusif dan merentangkan kearah pluralis dengan menyatakan bahwa setiap agama
mempunyai ekspresi keimanan terhadap tuhan yang sama ibarat roda yang berputar,
pusat roda tersebut adalah tuhan yang sama melalui jalan berbagai agama yang
heterogen tapi satu makna. “Jadi Pluralisme adalah
sunnatullah sebuah aturan khusus dari tuhan yang tidak akan berubah, sehingga
tidak mungkin juga dilawan atau diingkari.
C. Kritik Atas Pemikiran
Nurcholis Madjid
Pada awalnya Nurcholis ingin menunjukkan banyak pengertian
tentang sekularisasi yang dimodifikasi dari pemikiran Barat khususnya
Harvey Cox dan Robert N. Bellah. Dengan memahamkannya melalui makna filosofis
dan prinsipil bukan aplikasinya menurut syari’ah.
Budhy Munawar Rahman, ‘anak asuhnya’ dalam
pemikiran-pemikiran keagamaan, mengkritik ide pluralisme Nurcholis yang berawal
dari sekularisme berujung inklusifisme merujuk dalam bukunya Islam Pluralis.
Rahman mengatakan bahwa titik tolak kesatuan pandangan tentang agama-agama
(yang dalam istilah Firthjof Schuon mungkin boleh disebut filsafat perennial/perennial
philosophy)
yang digagas Nurcholis, adalah jelas bersifat Islam, atau belum bersifat
universal jika dilihat dari sudut epistimologi agama-agama. Sehingga ‘teologi inklusifnya’ seolah-olah hanya merupakan proyeksi Islam atas agama lain. Walaupun memang berbagai konsep yang dikemukakan Nurcholis pada awalnya
memang hanya untuk konsumsi atau untuk memperluas pandangan umat
Islam-Indonesia (yang belakangan cenderung menyempit ke arah anggapan bahwa
agamanya sendiri yang paling benar), namun agar bisa memberi sumbangan dalam
proses dialog antar Iman, maka konsep-konsepnya perlu diperlebar lagi dengan
memberi perhatian terhadap agama-agama lain, dan tidak hanya berangkat dari
idiom-idiom Islam.
yang digagas Nurcholis, adalah jelas bersifat Islam, atau belum bersifat
universal jika dilihat dari sudut epistimologi agama-agama. Sehingga ‘teologi inklusifnya’ seolah-olah hanya merupakan proyeksi Islam atas agama lain. Walaupun memang berbagai konsep yang dikemukakan Nurcholis pada awalnya
memang hanya untuk konsumsi atau untuk memperluas pandangan umat
Islam-Indonesia (yang belakangan cenderung menyempit ke arah anggapan bahwa
agamanya sendiri yang paling benar), namun agar bisa memberi sumbangan dalam
proses dialog antar Iman, maka konsep-konsepnya perlu diperlebar lagi dengan
memberi perhatian terhadap agama-agama lain, dan tidak hanya berangkat dari
idiom-idiom Islam.
Kritik yang sangat keras dikemukakan oleh Nur Khalik Ridwan,
peneliti jebolan IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Melalui buku Pluralisme
Borjuis (Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur), Khalik melakukan
kajian kritis atas gagasan pluralisme Nurcholis. Khalik menganggap pemikiran
Nurcholis, kendati memiliki tingkat liberalisasi tinggi, serta didukung
penguasaan khazanah Islam klasik dan modern, telah menjadi semacam
rezimkebenaran atau hegemoni intelektual bercorak logosentris. Pribadinya
cenderung dikultuskan, dan gagasannya “disakralkan”.
Maka dari itu, haram bagi kaum muslimin untuk mengadopsi
konsep civil society, karena konsep ini adalah konsep kufur, yakni tidak
didasarkan pada apa yang diturunkan Allah jadi sekularisasi ataupun paham
inklusifisme dari satu sisi memang memiliki kesamaan dengan pemberantasan
bid’ah, khurafat dan pratik syirik.
Oleh sebab itu segala sesuatu pemikiran tentang kehidupan
yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah adalah kufur dan thaghut
yang harus diingkari dan harus dihancurkan, sesuai dengan Allah firman SWT :
“Barangsiapa
yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al Maaidah : 44)
“Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada
apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka
hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk
mengingkari thaghut itu…”: (QS An Nisaa` : 60)
Pada hakekatnya sekularisai meletakkan tanggungjawab kedalam
manusia untuk membina system nilai yang mengalami perubahan ataupun evolusi
merujuk pada pengalaman hidup dan sosial masyarakat Kristen. Dengan tegas kami
nyatakan, bahwa manusia sekuler akan mengesampingkan konsep-konsep Islam yang
telah mutlak kebenarannya dengan rasionalisasi social yang memungkiri adanya
eksistensi Tuhan di balik kehidupan duniawi ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dilihat dari biografi Nurcholis Madjid, yang mendukung
dirinya untuk berkembang dalam pemikirannya tentang keilmuan dan pemikirannya
terhadap pembaruan di dunia pendidikan dan keadaan masyarakat islam.
Dan pemikirannya sekular Nurcholis Madjid ini bertujuan
untuk memperbaiki keadaan masyarakat islam kearah yang modern tetapi tidak
menghilangkan nilai Islam. Karena seperti yang ada masyarakat yang tradisional
cenderung masih fanik dan tidak menerima keadaan yang sedang marak dan apabila
menerima pun menjadi tidak terarah atau terhegomoni oleh moderenisasi kaum
barat yang mengarah kepada liberal.
Perlu dimengerti bahwa kata sekuler berasal dari bahasa
Inggris, Latin, Belanda dan lain-lain, yang berasal dari bahasa Latin, yaitu
saeculum artinya zaman sekarang ini. Sedangkan arti yang sebenarnya salah satu
dari dua kata latin yang berarti dunia atau waktu dan mundus adalah ruang.
Menurutnya Sekuler merupakan istilah pararel dalam bahasa Yunani Kuno,
Latin dan bahasa Arab.
Perubahan pemikiran Nurcholis yang modern, berawal dari
pendidikannya di Amerika. Diintegrasikan dengan pola fikir Islami yang berakhir
pada implementasi nilai-nilai Barat yang ia adopsi dari Robert N. Bellah dan
Harvey Cox. Sementara asal usul gagasan sekularisasi dikerenakan evolusi agama
Kristen yang bertransisi menuju rasionalisasi agama karena konflik konsep tuhan
dan hidup mereka yang tidak jelas. Akhirnya nilai- nilai Islam disampingkan
dalam kehidupan sosial melahirkan sekularisasi, inklusifisme dan
pluralisme dalam Islam yang modern. Padahal semua itu merupakan bid’ah dalam
Islam yang harus dihapuskan, karena berpaling dari eksistensi Tuhan sebagai
pencipta dan pengatur kehidupan duniawi.
DAFTAR PUSTAKA
Armas, Adnin M.A, Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap
Islam Liberal, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2003).
dkk, Menelusuri Gagasan Sekularisasi Nurcholis Majid, Jurnal
Tsaqafah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam, ( Volume
4, No.2, Jumadal Ula 1428).
dkk, Menelusuri Gagasan Sekularisasi Nurcholis Majid, Jurnal
Tsaqafah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam, ( Volume
4, No.2, Jumadal Ula 1428).
Handrianto,
Budi, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, (Jakarta Timur: Hujjah
Press 2007).
Husaini,
Adian, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2005).
Jaringan
Islam Liberal, Ijtihad Islam Liberal, (Jakarta: Jaringan Islam Liberal,
2005).
Madjid,
Nur Cholis, Islam Doktrin dan Peradaban,
(Jakarta: Paramadina, 2005).
(Jakarta: Paramadina, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar