Selasa, 17 Februari 2015

akhlak tasawuf " namimah''



                                                                               
                                                         MAKALAH
     AKHLAK TASAWUF
                                                           “NAMIMAH”
                                               DOSEN : Dra. Syarifah Asmiati, M.Si
                                                                 
                                                                  Disusun Oleh :
                             NAMA : SYAHRULIANSYAH
                                   NIM   : 11411101132
                     PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
2013/2014



                                              KATA PENGANTAR

         Segala puja dan puji hanya bagi ALLAH SWT., yang begitu tinggi alam ke esaan-Nya, dan yang begitu dekat dalam kesendirian-Nya. Maha agung dalam kekuasaan-Nya dan maha besar dalam kekokohan-Nya. Sholawat dan salam mudah-mudahan senantiasa dicurahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW, beserta ahli keluarganya, para sahabatnya serta pengikut jejak risalahnya Din al-Islam hingga akhir zaman. Amin.
        Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT., penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “NAMIMAH”. Tak lupa pula kepada dosen pengampu yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu cara agar anak didik menjadi giat dalam proses belajar dirumah dengan pengawasan orang tua. Semoga dengan makalah ini dapat menjadi bahan bacaan bagi para pembaca dan menjadi amal jariyah abadi serta mendapat ridho’ dan ma’unah Allah SWT.  Akhirnya penulis mohon doa dari sekalian pembaca, semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat dalam meng-akselerasikan anak didik untuk menjadi generasi penerus yang memiliki wawasan tinggi dan bisa bersaing dengan orang lain dalam meraih keinginan anak didik tersebut. Sumbangan saran dan kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapkan guna menuju kesempurnaaan makalah ini dimasa datang, wallahhu a’lam bi ash ahawab.

                                                                                                                   Pontianak, 08 November   
                                                                                                                                   2014







                                                                  DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………ii
BAB I  : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

BAB II : PEMBAHASAN
A.    Penegertian Namimah
B.     Hukum dan Ancaman bagi Pelaku Namimah
C.     Contoh Perilaku Bahaya Namimah dan Namimah yang Diperbolehkan
D.    Pengaruh dan Upaya Melepaskan Diri dari Perilaku Namimah
             
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA




                                                                     

                                                                      BAB I
                                                            PENDAHULUAN

      A.     Latar Belakang
Bermula dari sepotong lisan berbagai kerusuhan menjadi berlarut-larut. Sampai ada pepatah yang mengatakan "Mulutmu Harimaumu" atau " Ajining diri ono ing lathi". Dari ketergelincirnya lisan maka berbagai problem diri maupun sosial menjadi mengemuka.
Salah satu bentuk kejahatan lisan yang termasuk dosa besar adalah namimah atau adu domba. Seperti provokator yang senantiasa mencari korban agar mempercayai tiap ucapannya, begitu pula namimah. Ia mencari korban dengan lisan tajamnya. Ketika kita tidak jeli dalam menangkapnya maka jelas kita sudah masuk perangkapnya. Atau dalam kasus yang lain kita kadang tidak merasa telah menyebarkan fitnah, sebagai pelaku namimah sendiri. Maka perlu pemahaman batasan dalam perkataan agar tidak dikategorikan namimah.
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan dan yang menyulut api kebencian serta permusuhan antar sesama manusia.
Di antara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.







BAB II
 PEMBAHASAN

A.  Pengertian Namimah
     1. Penyelewengan Lidah
  Lidah termasuk nikmat Allah SWT yang sangat besar bagi manusia. Kebaikan yang diucapkannya melahirkan manfaat yang luas, dan kejelekan yang dikatakannya membuahkan ekor kuburukan yang panjang. Barang siapa yang mengumbar lidahnya dan melepaskan kekang yang mengendalikannya, maka syaitan akan masuk untuk memanfaatkannya, sehingga dia akan terperosok kedalam jurang curam yang sangat berbahaya.
Siapa pun tidak akan selamat dari kejahatan lidah, kecuali bila dia mengikatnya dengan kedali syar’i, sehingga tidak berbicara kecuali tentang hal yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Lidah bisa membuat anggota-anggota tubuh melakukan maksiat, karena tidak sulit untuk menggerakannya dan tidak sulit untuk mempergunakannya. Dia adalah alat paling penting yang bisa dimanfaatkan oleh syaitan dalam menjerumuskan manusia kejurang kenistaan.
Kedua mata amalnya sangat terbatas pada memandang, kedua telinga fungsinya hanya mendengar, dan tangan hanya bisa menyentuh, sedangkan lidah sekali pun kecil, mampu menjangkau segala sesuatu baik yang hak maupun yang batil, menolak atau menerima, taat atau maksiat, iman atau kafur.
Apakah yang terdapat diantara dua janggut adalah lidah, sedangkan yang terdapat diantara dua kaki adalah faraj. Terkadang seseorang mengucapkan kata tanpa dipikirkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:” sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabakan dia tergelinncir kedalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat”
Seluruh anggota badan manusia menuntut lidah agar istiqomah pada kebenaran dan tidak menyeleweng. Ingatlah wahai saudaraku sesungguhnya lidah itu mempunyai dua macam penyelewengan. Bila dia lolos dari penyelewengan pertama maka dia tidak akan bersih dari yang kedua, yaitu penyelewengan dalan berbicara dan penyelewengan ketika diam. Kadangkala yang kedua biasa lebih fatal dari pada yang pertama. Diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu, dia maksiat kepada Allah SWT. dan menentangnya serta tertipu.
Para sahabat telah mengetahui bahaya lidah, maka mereka mempergunakannya dalam kebaikan dan memeliharanya dari kejelekan. Abu bakar syidiq menunjuk lidahnya, lalu berkata:
” inilah yang mengakibatkan timbulnya dosa”
Hakim mengatakan bahwa ada enam hal yang dimiliki oleh lidah yaitu:
1. Marah karena segala hal
2. Berbicara yang tidak manfaat
3. Memeberi bukan pada temmpatnya
4. Menyebarkan kejelekan kepada setiap orang
5. Percaya kepada setiap manusia
6. Tidak mengenal kawan dari pada musuhnya
Memang tidak ada yang lebih pantas dipenjara daripada lidah. Lidah merupakan anggota tubuh yang sangat vital dalam melaksanakan dosa. Apabila kita merasa risi dengan perbuatan dosa lidah maka lebih baik kita diam saja. Sebagimana sabda Nabi SAW:
Artinya:
 “ barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaknya dia berbicara yang baik atau diam “
Inilah hadits yang shaheh yang menjelaskan bahwa kita tidak pantas berbicara kecuali pembicaraan yang baik yang mengandung manfaat.

2.  Pengertian Namimah
Namimah atau adu domba dalam bahasa Arab berasal dari kata al namimah yang berarti penyebar fitnah. Makna secara etimologinya adalah memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak yang menyebabkan terputusnya suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.
Namimah adalah mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia sering kita menyebutnya adu domba.


Allah SWT. mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firman-Nya :
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambar fitnah (Al Qalam : 10-11).
    
            Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah Radhiallahu’anhu disebutkan :
“Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba)”
(HR Al Bukhari, lihat Fathul Bari :10/472).

Dalam An Nihayah karya Ibnu Katsir 4/11 disebutkan :
“Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba”.

Ibnu Abbas meriwayatkan :
“(suatu hari) Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun Madinah, tiba-tiba beliau mendengar dua orang yang disiksa dalam kuburnya”,
lalu Nabi Muhammad Saw bersabda :
”Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya), lalu bersabda: benar (dalam sebuah riwayat disebutkan: padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar) seorang diantaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba”
(HR. Al-Bukhari, Fathul Bari :1/317).

Al-Imam Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah berkata, “An-Namimah pada umumnya digunakan untuk orang yang membeberkan ucapan orang lain kepada orang yang diceritakan, seperti ucapanmu, “Si fulan berkata begini tentangmu!” Dan an-Namimah ini tidak hanya terbatas pada hal tersebut, akan tetapi batasannya adalah membeberkan sesuatu yang dibenci untuk dibeberkan, baik dibenci oleh pihak yang dibeberkan rahasianya ataupun pihak yang diberi pembeberan rahasia yang disebut orang ketiga, baik pembeberan tersebut dengan perkataan, tulisan, isyarat, sandi, ataupun yang lainnya, baik sesuatu yang dibeberkan itu berupa perkataan ataupun perbuatan, dan baik berupa aib ataupun yang lainnya. Maka hakikat an-Namimah adalah menyebarkan rahasia dan menyingkap hal yang tertutup tentang sesuatu yang dibenci penyebarluasannya.
Seyogyanya manusia diam dari segala yang dilihatnya yaitu perihal keadaan manusia, kecuali sesuatu yang di dalamnya terdapat faidah bagi orang Muslim atau mencegah kemaksiatan. Apabila dia melihat orang lain menyembunyikan hartanya, lalu dia menyebutkannya, maka tindakannya itu pun disebut namimah.”
Al-Ghazali berkata, “Setiap orang yang disampaikan an-Namimah kepadanya dan dikatakan kepadanya, ‘Si fulan berkata begini tentangmu,’ maka dia wajib melakukan enamna perkara:
Pertama, hendaklah dia tidak membenarkannya (tidak mempercayainya), karena pengadu domba tersebut adalah orang yang fasik, dan kabarnya tertolak.
Kedua, hendaklah dia melarangnya dari hal tersebut, menasihatinya dan menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah buruk.
Ketiga, hendaklah dia membencinya karena Allah, sebab orang tersebut dibenci oleh Allah, sedangkan benci karena Allah adalah wajib.
Keempat, janganlah berprasangka buruk terhadap pihak yang perkataannya dibeberkan, berdasarkan firman Allah Subhanahu waTa`ala,
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ
“Jauhilah kebanyakan dari prasangka.” (Al-Hujurat: 12).
Kelima, janganlah apa yang diceritakan kepadamu, membuatmu mencari-cari (tajassus) dan meneliti kebenaran sesuatu yang diadukan tersebut. Allah SWT berfirman:
وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا
“.. . dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (Al-Hujurat: 12).
Keenam, hendaklah dia tidak ridha untuk dirinya sendiri apa yang dia sendiri melarang pelaku namimah darinya, maka janganlah dia menceritakan namimahnya.
Dan terdapat suatu riwayat bahwasa seorang lelaki menyebutkan sesuatu tentang seseorang kepada Umar bin Abdul Azis rahimahullah. Maka Umar berkata, “Jika kamu mau, maka kami akan melihat perkaramu, namun bila kamu ternyata seorang pendusta, maka kamu termasuk golongan ayat ini,


إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti,” (Al-Hujurat: 6), dan bila kamu orang yang benar, maka kamu termasuk golongan ayat ini,
هَمَّازٍ مَّشَّآءٍ بِنَمِيمٍ
“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah,” (Al-Qalam:11), dan jika kamu mau, kami akan mengampunimu.” Dia menjawab, “Pengampunan yang aku mau, wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan mengulanginya lagi selamanya.”
Seseorang menyerahkan secarik kertas kepada ash-Shahib bin Abbad yang di dalamnya dia didorong untuk mengambil harta seorang anak yatim, dan harta tersebut berjumlah banyak. Maka dia menuliskan kalimat di baliknya, “Namimah adalah jelek, walaupun benar. Mayit itu, semoga Allah merahmatinya. Anak yatim itu, semoga Allah mencukupinya. Harta itu, semoga Allah mengembangkannya. Dan orang yang berusaha (mengambilnya), semoga Allah melaknatnya.”

B. Hukum dan Ancaman bagi Pelaku Namimah
Berdasarkan definisi namimah dalam pembahasan sebelumnya, jelas bahwa namimah termasuk perbuatan madzmumah (akhlak tercela). Bahkan berdasar ijma' hukum namimah adalah haram. Sebagaimana firman Alloh SWT dalam Al-Qur'an surat Al-Qalam : 10-11 yang artinya :
"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah."
Dalam sebuah hadits marfu' diriwayatkan oleh Hudzaifah :             
"Tidak akan masuk surga bagi tukang adu domba." ( HR Bukhori)
Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan,
Suatu hari Rasulullah SAW melewati dua kuburan, lantas bersabda :
"Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah."(HR Bukhori)


C.  Contoh Perilaku Bahaya Namimah Dan Namimah yang Diperbolehkan
      1.  Contoh Perilaku Bahaya Namimah
Seorang siswa yang terjangkit penyakit hati namimah selalu menceritakan perkataan atau sikap temannya kepada teman yang lain sehingga kedua teman tersebut saling membenci. Namimah juga dapat merusak hubungan suami istri jika ada pihak-pihak yang menceritakan dan menghasut seorang suami tentang istrinya atau sebaliknya. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram. Penjajah Belanda juga pernah mempraktikan strategi  (strategi adu domba) untuk menghancurkan kekuatan para pejuang.    
 Disekitar kita orang yang hobi mengadu domba/namimah sangat banyak  bergentayangan, dan lebih sering di kenal sebagai provokator kejelekan. Namimah bukanhal yang kecil, bahkan para ulama mengkatagorikannya di dalam dosa besar karena kaibat yang ditimbulkan juga sangat fatal. Dikisahkan bahwa Fulan mempunyai seorang budak yang sehat dan kuat, namun budak itu suka mengadu domba, maka dia bermaksud menjual budak tersebut. Fulan lalu berkata kepada calon pembelinya: "Budak ini tidak ada cirinya kecuali suka mengadu domba." Oleh calon pembeli itu masalah ini dianggap ringan dan budak itu tetap dibeli dengan harga yang cukup murah. Setelah beberapa hari ditempat majikannya yang baru, tiba-tiba budak itu berkata kepada isteri majikannya: "Suamimu tidak cinta kepadamu dania akan berpoligami, apakah kau ingin supaya ia tetap sayang kepadamu sehingga tidak menikah lagi? "Jawab isteri itu: "Ya. "Lalu kalau begitu kau ambil pisau cukur dan mencukur janggut suamimu yang bagian dalam (di leher) jika suamimu sedang tidur." kata budak itu. Kemudian ia pergi kepada majikannya (suami) dan berkata kepadanya: "Isterimu bermain dengan lelaki lain dan ia merencanakan untuk membunuhmu, jika engkau ingin mengetahui buktinya maka coba engkau berpura-pura tidur. "Maka suami itu berpura-pura tidur dan tiba-tiba datang isterinya membawa pisau cukur untuk mencukur janggut suaminya, maka oleh suaminya disangka benar-benar akan membunuhnya sehingga ia bangun kemudian merebut pisau itu dari tangan isterinya lalu membunuh isterinya. Oleh karena kejadian itu maka datang para keluarga dari pihak isterinya dan langsung membunuh suami itu sehingga terjadi perang antara keluarga dan suku suami dengan keluarga dan suku dari isteri. Dengan demikian akibat namimah ini sangat besar dan fatal sekali, dengan nyaterkoyak persahabatan saudara karib dan melepaskan ikatan yang telah dikokohkan oleh Allah. Ia pun mengakibatkan kerusakan di muka bumi serta menimbulkan permusuhan dan kebencian.

          2.  Namimah yang diperbolehkan
   Jika namimah dilakukan karena suatu keperluan maka hukumnya diperbolehkan. Sebagai contoh ada orang yang memberi tahu si B bahwa si A akan membunuhnya, salah satu anggota keluarga atau hendak merampas hartanya.
Contoh yang lain adalah orang yang melapor kepada pemerintah atau pihak yang berwenang dengan mengatakan bahwa ada seseorang yang telah melakukan suatu tindakan yang berbahaya dan menjadi kewajiban penguasa untuk menangani dan menumpasnya. Semua perkara ini hukumnya tidaklah haram. Begitu pula perkara-perkara serupa bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib atau sunnah tergantung situasi dan kondisi.
Penyampaian berita yang tercela adalah jika bertujuan untuk merusak hubungan. Sedangkan orang yang bermaksud baik dengan perkataan yang apa adanya dan berusaha untuk tidak menyakiti pihak manapun maka hukumnya tidaklah mengapa. Namun sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan untuk bisa membedakan namimah yang diperbolehkan dengan namimah yang terlarang. Oleh karena itu, jalan selamat bagi orang yang belum bisa membedakan dua hal ini adalah dengan diam.

D. Pengaruh dan Upaya Melepaskan Diri dari Perilaku Namimah
     1. Pengaruh Namimah
 Jarang sekali orang yang memandang namimah sebagai suatu penyakit yang bisa diobati. Kisah berikut ini menjelaskan kepada kita, bahaya namimah dalam memecah belah manusia dan menyebabkan kerusakan di muka bumi.
Dari Hamad bin Salamah, dia mengatakan bahwa seseorang telah menjual seorang hamba sahaya, lalu dia berkata kepada si pembeli, “Dia tidak mempunyai cacat, kecuali suka berbuat namimah.” Lalu si pembeli menganggap itu baik, maka dibelilah hamba sahaya itu. Kemudian budak itu tinggal dengan keluarga si pembeli. Suatu hari, ia bercerita kepada istri si pembeli, “Sesungguhnya suamimu tidak mencintaimu dan dia akan menikah lagi. Maukah engkau kuberitahu agar dia mencintaimu kembali.” Lalu istri Si pembeli itu menjawab, “Mau!” Berkata lagi si hamba kepadanya, “Ambillah pisau cukur, dan cukurlah jenggot suamimu ketika ia tidur.” Setelah itu si hamba tadi pergi menemui tuannya, lalu berkata, “Sesungguhnya istrimu punya kekasih yang lain dan dia hendak membunuhmu, apakah Tuan ingin mengetahui hal itu?” Si tuan menjawab, “Ya, mau!” Lalu si hamba berkata lagi, “Berpura-puralah Tuan tidur, maka Tuan akan tahu.” Maka ia pun berpura pura tidur, lalu datanglah istrinya dengan membawa pisau cukur, dengan maksud akan mencukur jenggot suaminya. Tetapi suaminya menyangka bahwa istrinya akan membunuhnya, maka direbutlah pisau cukur itu dari istrinya, lalu dibunuhlah istrinya. Setelah itu datanglah orangtuanya, sehingga terjadilah perang antara dua kelompok. (Lihat kitab Al Kabair karangan Adz Dzahabi hal. 156)
Demikian pula halnya pada tingkat negara. Seringkali terjadi peperangan dahsyat antara dua negara, yang banyak menelan korban harta dan manusia. Penyebab utamanya adalah namimah, amat cepat menanggapinya tapi lamban dalam menyelidikinya.
Perhatikanlah wahai saudaraku, betapa banyak kehancuran yang menimpa seseorang atau kelompok, karena namimah! Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari keburukan namimah, dan menyibukkan lidah kita dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dan taat kepada-Nya. Semoga Allah menuntun kita kepada hal-hal yang dicintai dan diridhoi-Nya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dan semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada hamba dan kekasih-Nya, Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, serta keluarga dan para sahabatnya.
   
     2. Upaya Melepaskan Diri Dari Perilaku Namimah
 Secara tegas Alloh membenci pelaku namimah. Dan sebagai hamba yang senantiasa memegang tali Alloh, maka selayaknya mengelak dari perbuatan ini.
Ghibah yang berlebihan sering mendorong seseorang untuk namimah, entah sengaja maupun tidak. Begitu pula rasa tidak suka, hasad kita pada seseorang menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil pada seseorang, termasuk dalam hal ini adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena adanya hasad di hati. Lebih dari itu, satu langkah agar terlepas dari perbuatan namimah adalah hendaknya kita tidak memendam hasad (kedengkian) kepada orang lain serta mengelak dari ghibah. Dan yang lebih berat lagi adalah berusaha untuk menjaga lisan serta menahan dari perkataan tidak berguna, apalagi dari perkataan yang menyebabkan saudara kita tersakiti dan terdzalimi.
Dalam kondisi yang berbeda bila kita dihadapkan pada pelaku namimah yang memprovokasi kita dengan kata-kata manisnya, maka perlu sensor yang ketat agar tidak terjebak dalam kubangan dosa. Imam Nawawi berkata, "Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan : " Fulan telah berkata tentangmu begini begitu. Atau melakukan ini dan itu terhadapmu, " maka hendaklah ia melakukan 6 perkara yaitu :
      1.      Tidak membenarkan perkataannya
      2.      Mencegahnya dari perbuatan tersebut dengan menasehatinya dan menjelaskan kepadanya    bahwa perbuatannya itu tidak baik.
      3.      Membencinya karena Alloh, karena perbuatan semacam itu sangat dibenci Alloh. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Alloh.
      4.      Tidak bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada orang yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
      5.      Tidak memata-matai atau mencari-cari aib yang bersangkutan dikarenakan namimah yang didengarnya.
      6.      Jangan menelan semua yang dikatakan oleh si provokator tersebut.

3.      Cara Berhadapan dengan Orang yang Melakukan Namimah
Para ulama menjelaskan enam sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan dengan orang yang melakukan namimah.
      1.      Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. Al-Qur’an menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik.
      2.      Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
      3.      Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat; dan membenci orang yang maksiat itu wajib.
      4.      Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena berburuk sangka terhadap sesama muslim itu haram.
      5.      Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena Allah melarang perbuatan tersebut.
      6.      Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan, dan jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat namimah kepada siapa pun.
Ketika seseorang masuk menemui Umar bin Abdul Aziz dan menceritakan kepadanya tentang orang lain, berkatalah Umar, “Bila engkau mau, akan aku selidiki keteranganmu. Bila engkau dusta maka engkau termasuk yang diceritakan dalam ayat: ‘Bila datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah dahulu.’ Sedangkan bila engkau benar, maka engkau termasuk yang diceritakan dalam ayat: ‘Yang mengadu domba dan berjalan dengan melakukan namimah.’ Bila engkau mau, aku akan mengampuni.” Lalu orang itu berkata, “Maafkanlah wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan mengulanginya lagi”
Berkata Hasan al Bashri, “Barangsiapa menyampaikan suatu pembicaraan kepadamu, maka ketahuilah, sesungguhnya ia pun akan menyampaikan ucapanmu kepada orang lain.”

      4. Cara bertaubat dari namimah :
      1. Menyesali perbuatan itu, bertekad untuk tidak melakukannya kembali dan beristighfar serta bertaubat dengan benar.
      2.   Bila sudah telanjur memanas-manasi keadaan, maka dia harus segera meluruskankembali permasalahannya sehingga suasana menjadi tenteram kembali, kemudianmeminta maaf kepada keduanya
     3.   Jika telah terjadi permusuhan dan perselisihan antarpihak yang diadu domba,maka dia harus berusaha untuk mendamaikanya kembali dan meminta maaf kepada kedua belah pihak serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.













BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa namimah merupakan akhlaq madzmumah (akhlak tercela) yang hendaknya kita hindari. Secara sederhana memang sukar melepaskan diri darinya. Karena kebencian muncul dari orang-orang yang menghancurkan tali silaturrahim yang telah terjalin. Otomatis perpecahanlah yang akhirnya terjadi.
Cara Berhadapan dengan Orang yang Melakukan Namimah
Para ulama menjelaskan enam sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan dengan orang yang melakukan namimah.
     1.      Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. Al-Qur’an menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik.
     2.      Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
     3.      Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat, dan membenci orang yang maksiat itu wajib.
     4.      Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena berburuk sangka terhadap sesama muslim itu haram.
     5.      Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena Allah melarang perbuatan tersebut.
     6.      Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan, dan jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat namimah kepada siapa pun.






DAFTAR PUSTAKA

Lait, Al-Faqih Az-Zahid Abu. 1999. Tanbihul Ghafilin. Jakarta: Pustaka Amani.
Bahreisy, Hussein. 1980. Shahih Bukhari. Surabaya:  Usana Offset Priting.
Imam al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Semarang: Thaha Putra, 1930
Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Bandung: Dahlan, t. th.
Samarqandi, Nasr. 1999. Tafsirul Quran. Jakarta: Pustaka Amani.
            Moh. Anwar, Fiqh Islam: Mu’amalah, Munakabat, Faro’id dan Jinayah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988
            Ibn Syuhnah al-Hanaf, Lisan al-Hukkam fi Ma’rifat al-Ahkam, Mesir: Mushthafa al-Bab al-Halabi, 1973.
            Effendy, Mochtar. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: PT Widyadara.
            Bahreisy, Salim. 1987. Tarjamah Riadhus Sholihin II.Bandung: PT Alma Arif Bandung.
            Al-'Adawy, Musthafa. 2006.Fiqih Akhlak.Jakarta: Qisthi Press.

                                                                                                                                                   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar